Terinspirasi.com- Kita sering hanya malu kepada manusia, tapi
tidak pernah malu kepada Allah. Lebih takut kepada manusia dari pada Allah.
Melakukan suatu perbuatan yang tercela secara sembunyi, namun tidak sadar bahwa
Allah Maha Mengetahui apa yang dikerjakan makhlukNya.
Berikut
sebuah Kisah Inspiratif yang Terinspirasi.com sajikan, semoga dapat
memberi Inspirasi kepada Sobat
Terinspirasi.com.
Alkisah
pada tahun 101 H penduduk Makkah dirundung duka. Seorang tabiin yang juga
dikenal sebagai sufi dan amat bijak, Thawus bin Kaisan meninggal dunia. Ribuan
orang melayat dan mengantarkan jenazahnya. Semua orang merasakan kehilangan
dengan kepergian sang ahli tasauf.
Namun
di sebuah rumah, ada seorang wanita yang benar-benar terpukul perasaannya atas
kepergian sang ahli tasauf. Wanita tua itu rupanya memiliki kenangan pribadi
yang sangat indah dan sulit dilupakan dengan Thawus bin Kaisan .
Kenangan
apa itu? Wanita tua itu kemudian menceritakan kisah pribadinya kepada
teman-teman wanitanya yang ada dirumahnya.
“Dulu
aku adalah wanita jalang dan penggoda. Aku menggoda semua laki-laki yang aku
suka. Kecantikan dan rayuanku mampu memperdayakan dan melemahkan kebanyakan
pria. Tapi, pada suatu hari aku datang ke rumah Thawus. Lalu aku merayunya dan
menawarkan diriku. Dengan ramah dia menerimaku. Namun, berkenaan dengan
tawaranku, dia kemudian memintaku agar
datang esok harinya.”
“Seperti
yang dijanjikan, pada keesokan harinya aku pun datang ke rumah Thawus,” lanjut
wanita itu. “Aku datang kerumah Thawus dengan bertabur harapan dan keindahan.
Sesampai di rumahnya, aku mendapat Thawus sedang menantikan kedatangan ku.
Namun dia kemudian mengajakku berjalan keluar rumahnya. Aku pun mengikuti
ajakannya. Setelah mama berjalan sembari bercakap-cakap, aku tidak sadar jika
tiba-tiba kami sudah berada didalam Masjidil Haram.”
Wanita
tua itu kemudian mengatur nafasnya dan menengadah ke atas. Dia kemudian
melanjutkan certitanya, “Ka’bah berada di hadapan kami berdua. Aku menyaksikan
orang-orang sedang khusyuk beribadah. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh perkataan
Thawus kepada ku. Thawus meminta ku untuk melepaskan pakaian ku. ‘Ayo
tanggalkan semua pakaian mu dan berbaringlah,’ pinta Thawus.”
Terkejutlah
wanita itu, ia tidak percaya dan kemudian bertanya, “Apa? Kita akan
melakukannya disini, Thawus?”
Tapi,
kata wanita tua itu, Thawus menjawab pertanyaannya dengan penuh keyakinan dan
ketenangan, “Ya, kita akan melakukannya disini!”
“Apa?
Di sini? Kita malu dilihat orang!” kata wanita itu masih tidak percaya.
“Iya,
benar. Di sini! Bukankah Allah Yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat juga dapat
melihat kita ditempat yang sepi!” kata Thawus dengan mimic muka serius.
Itulah
kenangan wanita itu sembari menggelangkan kepalanya.
Wanita
tua itu benar-benar dibuatnya malu, katanya, “Tapi anehnya, jawaban tulus yang
diberikan Thawus itu mengalir bagai air yang sangat sejuk dan menyentuh jiwaku.
Hasrat dan nafsu birahi yang bergolak di hati tiba-tiba reda lalu sirna begitu
saja. Dan sejak saat itu, aku bersumpah untuk berhenti dari kebiasaan burukku.
Air matanya berlinangan
mengaliri kedua pipinya yang sudah terlihat keriput. Seperti kenangannya yang
terus mengalir dari wilayah masa lalunya. Sekali ada jeda dia lalu menyeka air
matanya. Isaknya sesekali terdengar. [ ]