Kisah Abu Hanifah dan Ibunya

7:18 PM
Terinspirasi.com- Kisah Inspiratif dan Motivasi kita kali ini adalah Imam Abu Hanifah.Salah satu imam mazhab yang terkenal adalah Imam Abu Hanifah. Diantara empat orang imam mazhab yang tekenal, imam Abu Hanifah satu satunya yang bukan orang Arab. Beliau adalah keturunan Persia. 

Dilahirkan di kota yang bernama Kufah pada tahun 80 Hijriah atau bertepatan tahun 699 Masehi. Nama beliau sebenarnya adalah Nu'man bin Tsabit bin Zautha bin maha.  

Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang dizalimi oleh penguasa. Beliau sering keluar masuk pejara. Dalam penjara, pukulan dan siksaan sudah menjadi makanan sehari-harinya. Beliau merasa sedih sekali. Namun, yang paling membuatnya sedih bukan karena siksaan yang ia terima, melainkan karena cemas memikirkan ibunya.

Sebuah Kisah Abu Hanifah dan Ibunya
Ilustrasi Ibu dan Anak
Beliau sedih karena kehilangan waktu untuk berbuat baik dan berbakti kepada ibunya. Setelah hukumannya berakhir, Abu Hanifah dibebaskan dan ia bersyukur dapat bersama dengan ibunya kembali.

Abu Hanifah kembali menekuni ilmu agama Islam. Banyak orang yang belajar kepadanya. Namun begitu, bagi ibunya Abu Hanifah tetaplah seorang anak. Ibunya menganggap Abu Hanifah bukanlah seorang ulama besar. Bahkan Abu Hanifah sering mendapat teguran dari sang ibu. Namun sebagai anak yang taat, Abu Hanifah tidak pernah membantahnya.

Suatu hari, sang ibu bertanya tentang wajib dan sahnya shalat kepada Abu Hanifah. Lalu ia memberi jawaban, sang ibu tidak percaya walaupun Abu Hanifah telah berkata yang benar.

"Aku tidak mau mendengar kata-kata mu," kata ibunda Abu Hanifah. "Aku hanya percaya pada fatwa Zar'ah al-Qas," sambungnya lagi. Zar'ah al-Qas adalah seorang ulama yang pernah menjadi murid dari Abu Hanifah. "Sekarang juga antarkan aku kepadanya," pinta sang ibu.

Mendengar permintaan ibunya, Abu Hanifah tidak merasa kesal sedikitpun. Abu Hanifah lantas mengantarkan ibunya ke rumah Zar'ah al-Qas.

"Saudaraku Zar'ah al-Qas, ibuku meminta fatwa tentang wajib dan sahnya shalat," kata Abu Hanifah ketika tiba dirumah Zar'ah al-Qas.

Zar'ah al-Qas terheran-heran kenapa ibu Abu Hanifah harus datang jauh jauh menghadapnya hanya untuk pertanyaan seperti itu? Padahal Abu Hanifah sendiri seorang ulama besar?. Sudah pasti anaknya tersebut dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan mudah.

"Tuan, anda kan seorang ulama besar? kenapa anda harus datang kepada ku," kata Zar'ah al-Qas. Abu Hanifah berkata, "Ibuku hanya mau mendengar fatwa dari engkau wahai Zar'ah al-Qas".

Zar'ah al-Qas tersenyum, "Baiklah, kalau begitu jawaban ku sama dengan fatwa putra anda," kata Zar'ah al-Qas kepada ibu Abu Hanifah. "Ucapkanlah fatwamu," kata Abu Hanifah tegas.

Lalu Zar'ah al-Qas pun memberikan fatwa. Bunyinya sama persis dengan apa yang difatwakan oleh Imam Abu Hanifah. Ibunda Abu Hanifah bernafas lega. "Aku percaya kalau kau yang mengatakannya," kata ibunda Abu Hanifah puas. Padahal fatwa Zar'ah al-Qas tersebut adalah hasil ijtihat anaknya sendiri.

Berapa hari kemudian, ibunda Abu Hanifah menyuruh putranya pergi ke majelis Umar bin Zar. Lagi-lagi untuk menanyakan masalah agama. Dengan patuh, Abu Hanifah mengikuti permintaan ibundanya. Padahal, beliau sendiri dapat menjawab pertanyaan itu dengan mudah.

Umar bin Zar terheran-heran. Hanya untuk mengajukan pertanyaan ibunya, Abu Hanifah harus datang ke majelisnya. "Tuan, anda lah ahlinya. Kenapa tuan harus bertanya kepada saya?" kata Umar bin Zar.

Abu Hanifah tetap melakukan permintaan ibunya yang meminta fatwa dari Umar bin Zar. "Yang pasti, hukum membantah orang tua adalah dosa besar'" kata Abu Hanifah.

Umar bin Zar kagum akan ketaatan Abu Hanifah terhadap ibunya. "Baiklah, kalau begitu apa jawaban atas pertanyaan ibu anda tersebut?"
Abu Hanifah memberikan keterangan  yang diperlukan.

"Sekarang, sampaikanlah  jawaban itu kepada ibu anda. Jangan katakan kalau itu fatwa anda," ucap Umar bin Zar seraya tersenyum.

Abu Hanifah pulang membawa fatwa Umar bin Zar yang sebenanya adalah fatwanya senditi. Ibunya percaya dengan yang diucapkan Umar bin Zar.

Hal seperti itu terjadi berulang ulang. Sang ibu sering menyuruh Abu Hanifah mendatangi majelis-majelis untuk menanyakan masalah agama. Abu Hanifah selalu menuruti perintah ibunya. Ibunya tidak pernah mau mendengar faftwa dari Abu Hanifah padahal ia adalah seorang ulama besar dizamannya.

Demikianlah sekilas kisah Abu Hanifah dan Ibunya. Abu Hanifah adalah anak yang saleh yang sangat hormat dan patuh kepada ibunya. Walaupun dia seorang ulama besar, jika berhadapan dengan ibunya, dia merasa tidak lebih dari pada seorang anak yang harus patuh kepada ibunya. [ ]

Artikel Lainnya

Previous
Next Post »
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments